Close

July 25, 2019


July 7, 2019.
Papa masuk Rumah Sakit.
sebagai anak, gue tau perasaan ini salah. gue gabisa merasakan sedih atau kawatir sekalipun gue tau hasil test darah dan sebagainya cukup membahayakan. gue yakin semua akan baik-baik saja.
gue berada dalam 1 ruangan bersama Papa, melihatnya jelas terbaring tanpa tenaga. beberapa sudah menangis, tapi gue tetep gabisa menangis. apalagi itu, sedihpun engga.
gue tetap yakin, semua akan baik-baik saja.
ini bukan kali pertama Papa sakit dan masuk rumah sakit. jadi kenapa sebegitunya kawatir?


malam itu gue pulang kerumah, ga lama dapat kabar kalau Papa dipindahkan ke Rumah Sakit lain untuk ditangani lebih lanjut. dalam keadaan ini, gue masih mampu mengendalikan diri dan perasaan. gue tau, Papa akan pulang kerumah dan kembali dengan baik-baik saja.

sampai beberapa hari, keadaannya tidak membaik. lebih buruk disetiap harinya. alat bantu dirumah sakit semakin hari semakin ditambah, malam kedua, giliran gue sama adik gue yang jaga Papa semalaman di Rumah Sakit.
gue gatau kenapa, malam itu gue merasa seutuhnya menjadi anak.
pertama kalinya dalam hidup, setelah beranjak dewasa, dan secara sadar gue menyentuh tangannya. memberi ia minum, dan menyuapinya bubur. dengan hati-hati gue lakukan itu semua, melihatnya secara dekat, menatapnya dengan jelas, hal-hal yang belum pernah gue lakukan sebelumnya.

beberapa hari, lalu minggu, keadaannya benar-benar semakin buruk.

Papa dipindahkan dari ruang rawat ke ruang ICU.
ini terasa awam buat gue. intensitas ketemu lebih berkutang. di ruang ICU, kita hanya punya waktu 1 jam untuk jenguk, hanya sendiri. setiap harinya kita harus tunggu antrian hanya untuk ketemu Papa. keadaan yang harusnya ga pernah terjadi. Papa yang ada dirumah setiap saat, kita abaikan, sekarang Papa di ICU, kita berebut untuk ketemu.

di ICU suasananya tegang. yang keluar bisa selamat dan sembuh, atau keluar dalam keadaan tanpa nyawa. gue ga berharap terjadi sama Papa yang kedua.

sudah lebih dari 10 hari Papa dirumah sakit.

July 18, 2019.
gue pergi ke Money Changer untuk tukar uang karna besok, tanggal 19, gue mau pergi keluar negri, perjalanannya udah gue rencanakan jauh-jauh hari, tiketnya udah gue beli jauh sebelum Papa masuk Rumah Sakit. ini termasuk nekat, gue gatau akan dibilang apa kalo sampe orang-orang tau gue mau pergi keluar negri disaat bokap gue terbaring di ICU. sampe malem itu, cuma ada 3 orang yang tau gue mau berangkat. setelah tuker uang, gue pergi sama temen gue nonton film. sepulang dari nonton film, gue dapet kabar kalo Papa Kritis. belum panik, tapi gue langsung balik ke Rumah Sakit.

sampe dirumah sakit, mereka nangis, tapi ga ada satupun yang bisa jelasin ke gue kenapanya. mereka suruh gue berdoa, gue tau berdoa tapi gue butuh dijelasin kenapanya.
akhirnya gue batalin rencana gue pergi, gue pikir rugi beberapa juta ga akan jadi masalah dibanding gue rugi waktu sama bokap gue.

July 19, 2019.
keadaannya tiba-tiba membaik. bahkan 1 hari setelahnya, dokter bilang bisa dikembalikan keruang rawat bila keadaannya terus membaik. seneng. akhirnya Papa sembuh.

tanggal 25 - 26 gue ada dinas ke Palembang, gue sudah berkali-kali temuin Papa walau dia ga sadar, gue izin untuk pergi 2 hari, bahkan 1 hari aja.

July 24, 2019.
malam itu dirumah sakit Papa kritis lagi, semuanya bener-bener nangis. gue satu-satunya yang belum nangis waktu itu, dokter panggil gue, dia jelasin sakitnya apa aja. hal yang ga pernah gue tau dan ga pernah gue denger penjelasan nya dari orang-orang yang fulltime jaga Papa dirumah sakit. lalu dokter kasih gue surat pernyataan yang intinya, gue mewakili keluarga sudah ikhlas untuk dilakukan pelepasan selang-selang. selang ini ada di mulut sampe ke organ vitalnya. gue tanya dokter sedetail mungkin. ga ada pilihan baik apalagi terbaik, apapun yang gue pilih hasilnya akan sama.

waktu itu gue liat selang dimulut Papa sudah ngeluarin darah, Papa sudah kelihatan sangat kesakitan. ga ada pilihan lain, gue tanda tangani surat pernyataan itu.

July 25, 2019.
pagi-pagi gue pulang kerumah.
gue packing untuk berangkat ke Palembang, tapi subuh itu, schedule penerbangan gue yang tadi nya sekitar jam 5 pagi, di reschdule jadi jam 7 malam. gue senang, seengganya gue masih punya waktu untuk jenguk Papa di ICU jam 5 sorenya.
sebelum ke Rumah Sakit, gue ceritakan apa yang terjadi sama Papa ke adik gue, gue jelaskan harus kuat dan terima segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi sekalipun. dia nangis, tapi gue berusaha untuk ga ngeluarin air mata sedikitipun.

jam 3 sore gue sampe Rumah Sakit, gue bilang sama adik gue, jam 5 tepat, waktu pintu ICU dibuka, biarin gue masuk duluan sebentar aja untuk pamit sama Papa. gue juga suruh adik gue untuk langsung orderin grab ke airport. sudah sepakat.

gue sudah bawa koper ke Rumah Sakit.

belum sampai jam 5 sore, gue dan 2 adik gue dipanggil ke ruang ICU. mereka lari dan langsung nangis ngelilingin tempat tidur bokap gue. gue gatau kenapa, dokter cuma natap gue dan bilang "Bapak sudah ga ada" gue liat ke dokter, gue bilang dengan pelan, "Papa udah meninggal dok?" dokternya mengangguk.

gue tenangkan hati gue saat itu. gue gamau menghadap Papa dengan muka sedih apalagi nangis. gue tenang. gue hubungi temen kantor gue untuk berangkat ke Palembang tanpa gue.
setelah itu gue urus surat-surat kematian bokap. gue bolak-balik urus surat dan ga melihat bokap. sampe akhirnya selesai, saat semua orang keluar dari ruangan ICU dan menangis. gue sendirian, dipersilahkan masuk untuk terakhir kalinya.
gue dekatin Papa, menangis, lalu cium keningnya. pertama kalinya gue lakukan itu, disaat semuanya sudah terlambat.

penyesalan gue, teramat-amat. kenapa setiap gue mau pergi, Papa justru kritis. gue menyayangkan itu semua. seharusnya gue stay sama Papa dan ga kemana-kemana.

Malam itu, Jenazah Papa di bawa pulang kerumah.
untuk pertama kali Papa pergi dari rumah sebegitu lama, dan kembali dalam keadaan tidak bernyawa, sakit rasanya.

sudah ga bisa ditahan, rasanya hancur. sangat hancur.


July 27, 2019


Papa pergi lagi dari rumah, tapi kali ini perginya benar-benar tanpa kembali.



sejak hari itu, Papa meninggalkan rumah, gue gapernah terbayang, July 7, 2019 adalah kali terakhir Papa pergi dan ga kembali. perginya meninggalkan kedukaan yang luar biasa dihati gue dan adik-adik gue.

ada penyesalan, kenapa puluhan tahun bersama, bilang sayangpun engga. kenapa setelah ga ada, rasanya butuh waktu untuk sekedar bilang sayang. butuh dijawab. butuh ditatap



terlepas dari semuanya, gue bangga punya adik-adik yang luar biasa kuat. yang kedukaannya bisa sedikit ia sembunyikan, bisa sedikit ditahan hanya untuk terlihat baik.
gue bangga mereka bisa cukup tegar menghadapi ini.

sekarang kita mencoba baik-baik saja Pa, mencoba melanjutkan hidup tanpa adanya pondasi dihidup kita. Papa yang ga pernah lupa mengingatkan kita untuk semua hal. yang ga pernah mengabaikan kita.


Terimakasih Papa
181059 - 250719