Close

Wanita #kataku


2:27 a.m
Kau ialah betina, kalau kau cuma tahu soal makan, tidur, bersolek dan kawin. Banyaklah belajar, berpikirlah besar, rancanglah masa depan dan pandai-pandailah menempatkan diri, maka kau boleh disebut wanita.

Tapi, untuk menjadi perempuan, kau juga harus memiliki kesadaran, ketulusan dan bisa menjadi tempat untuk berpulang, serta kuat tuk dijadikan pijakan. - Manggala


Maka setidaknya, menjadi perempuan saja sama artinya dengan merubah ketidakinginan yang secara sadar wajib dilakukan.
Setiap kita, atau beberapa dari kita, hanya akan mementingkan kebahagiaan diri kita sendiri, gue rasa benar.
Tapi ga akan selamanya menjadi benar setelah kita paham seberapa besar peran seorang "perempuan" terhadap laki-laki (pasangan nya saat ini atau nanti).


Pertanyaan konyol yang pernah gue tanyakan sama nyokap gue, "ma, kok mama mau sih nyuciin pakaian dalam nya papa? Ga jorok apa?"

Dengan muka yang aga ketawa tapi serius, "itulah alasan kenapa menikah ga boleh tanpa paksaan, menikah secara terpaksa dengan alasan kebutuhan atau karena umur, dan tanpa adanya kepercayaan bahwa laki-laki yang kamu nikahi adalah laki-laki yang memang kamu perlukan dalam hidupmu, maka ga akan pernah ada yang namanya ketulusan. Jadi kalo ga yakin, jangan ambil resiko."


"Jadi harus cari laki-laki yang memang aku butuhkan dalam hidupku?"

"Bukan hanya kamu, mama, juga mama nya si laki-laki juga akan wanti-wanti, jangan sampe anaknya dapet pasangan yang sembarangan, yang belum bisa apa-apa. Yang kuatir justru mama, kalo sampe mama nya laki-laki merasa salah memilih mantu."

Kalo aja standar perempuan untuk dijadikan kriteria sebagai "mantu idaman" ditetapkan oleh pemerintah, mungkin gue remedial melulu kali ya hahaha...
Kadang suka mikir, udah bukan jaman nya lagi perempuan bersandar hidup sama laki-laki. Kaya ada rasa ga mau bergantung aja sama laki-laki, gue bisa selevel sama lo kok. Gue bisa ngerjain kerjaan lo, gue bisa lebih sukses dari lo. Penghasilan gue bisa setara bahkan lebih besar dari lo. sungguh sombong aku iniiiii~

Lalu anggapan kalo yang namanya berkorban itu menyedihkan, gue anggap benar.
Contohnya seorang perempuan yang udah jadi istri, kerja dari senin-jum'at, belum lagi ngurus Rumah Tangga, belum lagi ngurus Anak (kalo udah punya).

"Itukan tugas nya suami untuk nyari duit, kok mau-maunya kerja sih? Apa ga mendingan dirumah aja jadi Ibu Rumah Tangga terus ngurus anak dan tinggal terima gaji suami tiap bulan?"

Prinsip ini udah ga berlaku bagi seorang perempuan yang dengan kerelaan hatinya menjalankan bakti nya terhadap laki-laki yang dianggap dapat menyelaraskan kehidupan nya.

Sedikit cerita, beberapa tahun yang lalu temen gue (perempuan) diceraikan sama suaminya dengan alasan karna dia ga bisa punya anak, padahal usia pernikahan nya baru 3 tahun. Dan temen gue ini udah maksa suaminya untuk medical checkup untuk melhiat siapa sebenarnya yang bermasalah, kalo temen gue yang memang bermasalah, temen gue siap diceraikan. Tapi kalopun sebaliknya, temen gue siap menerima suaminya dengan kondisi apapun. Tapi suaminya ga mau dan kekeh mau cerai. Dan akhirnya mereka cerai.

Seorang perempuan dihargai karena banyak hal yang membuatnya hadir secara berarti dalam sebuah pentas bernama kehidupan. (Ketiadaan seorang anak tak lantas membuatnya menjadi tak berarti.)
Hal-hal kaya gini yang akhirnya bikin gue ga abis pikir, banyak perempuan yang rela mengorbankan apapun untuk laki-laki yang katanya dia cintai? Apa selain dari pada pengorbanan, perempuan ga layak untuk dihargai?
Jangan menganggap nya pelacur hanya karna dia menjual kemaluannya dengan mengatasnamakan pernikahan untuk mendapatkan mas kawin atau uang belanja. Lalu jika dia tidak mampu memenuhi hasratmu, kamu buang dia seperti sampah.


Mungkin ga semua laki-laki sebejat itu dalam menilai perempuan. Mungkin masih banyak yang menghargai perempuan sebagaimana perempuan ingin dihargai.

"Perempuan jalang saja akan marah bila diteriaki jalang."
Jadi, bila pengorbanan tak juga mampu mempantaskan perempuan dimata laki-laki, harus sesempurna apalagi kaum ku ini?